TATA CARA DAN PROSEDUR MENGAJUKAN GUGATAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL KE PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
I.
PENDAHULUAN.
Kebebasan berserikat,berkumpul dan mengeluarkan
pendapat merupakan hak Asasi setiap orang yang telah dijamin didalam Pasal 28
UUD 1945 dan Pasal 28E ayat (3),Perubahan Kedua UUD 1945 yang telah disahkan Pada Tanggal 18
Agustus 2000.
Indonesia
telah meratifikasi Konvensi Internasional Nomor 98 tentang Hak untuk
berorganisasi dan berunding bersama pada tahun 1956 melalui Undang-Undang Nomor
18 tahun 1956,namun pada kenyataannya selama masa pemerintahan Orde lama dan
Orde baru berlangsung, belum ada Undang-undang yang mengatur tentang Kebebasan
Berserikat dan berkumpul,dan untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun
tertulis pada prakteknya masih dikekang oleh pemerintah pada masa itu dimana
Pekerja masih diperlakukan sebagai kelas
tahta bawah dan objek yang di
eksploitasi,namun pada era Reformasi
berlangsung terjadi perubahan besar yang merupakan tonggak sejarah bagi Pekerja
Seluruh Indonesia,dengan disahkannya
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan,Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI),dan
Peraturan Pemerintah yang dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini
dirubah sehingga dapat mengikuti keadaan sekarang seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelanggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
yang sampai saat ini telah mengalami perubahan yang ketujuh kali.
Undang-undang
Nomor : 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan Tonggak
Sejarah Upaya Reformasi Ketenaga Kerjaan
yang dilakukan oleh Pemerintah dijaman orde Reformasi demi meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan kaum pekerja,serta perlindungan kaum pekerja dalam
memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya.
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan
membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja
beserta keluarganya,serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis
,dinamis, dan berkeadilan.
Namun dalam peraktek dilapangan tidak semua pihak Pengusaha
bersedia menjalankan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan, yang
secara suka rela dan ikhlas memberikan
hak-hak pekerja walau sudah diatur didalam Undang-undang Ketenaga Kerjaan yang
berlaku,karena kehadiran Serikat Pekerja sering kadang dianggap penghalang dalam mengirit atau memperkecil
biaya pengeluaran Perusahaan,hal ini dikarenakan tujuan dari pengusaha adalah
dengan modal yang sedikit mungkin, harus mencapai keuntungan yang
sebesar-besarnya,sehingga kebanyakan Pengusaha dalam mengambil kebijakan untuk
memperkecil Biaya Pengeluaran Perusahaan hanya dengan mengurangi Pendapatan
kaum Pekerja,dilain sisi pihak Serikat Pekerja yang sesuai dengan fungsinya
untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan
pekerja beserta keluarganya selalu
berupaya untuk menambah pendapatan kaum pekerja demi untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari yang semakin hari semakin meningkat,dengan harapan
tercapainya kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Padahal kebijakan Pengusaha yang seperti tersebut diatas
adalah merupakan kebijakan yang salah yang kerap akan menimbulkan ketidak
kondusifan didalam hubungan kerja,sehingga menimbulkan terganggunya ketenangan
Kerja dan juga Ketenangan berusaha didalam perusahaan.
Bahwa didalam dua kepentingan yang berbeda tersebut agar
terciptanya hubungan Industrial yang harmonis,dinamis dan berkeadilan,memang
dibutuhkan seorang Pimpinan yang bijaksana baik dari kalangan Pengusaha maupun
dari Serikat Pekerja,dimana pimpinan Perusahaan harus lebih memfokuskan
kebijakan kepada Peningkatan produksi dari pada memikirkan mengurangi
pendapatan pekerja,karena dengan meningkatnya Produksi akan otomatis mengurangi
Cost/biaya pengeluaran perusahaan,tetapi apabila pendapatan pekerja yang
dikurangi maka akan menimbulkan berkurangnya biaya hidup sehari-hari kaum
pekerja,dan apabila biaya hidup sehari-hari pekerja tidak mencukupi,maka akan
mengganggu konsentrasi pikiran dan ketenangan pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya,karena harus berfikir mencari jalan bagaimana harus mencari
tambahan agar dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga ,sementara
harus tetap menjalankan kewajiban sebagai pekerja didalam perusahaan.
Disinilah kerap menimbulkan pikiran pekerja untuk berbuat
yang negatif,seperti berbuat untuk mencuri dan perbuatan melanggar hukum
lainnya,karena dipaksa oleh keadaan ekonomi,tetapi sebaliknya apabila kebutuhan
hidup sehari-hari telah terpenuhi dari pendapatan bekerja di perusahaan,tentu
ketenangan bekerja akan timbul karena tanpa dibebani pikiran lain untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari lagi,dengan tercukupinya kebutuhan hidup para
pekerja sehari-hari,jelas akan timbulnya ketenangan kerja,apabila ketenangan
bekerja telah ada tentu semangat kerja akan timbul,dan apabila semangat kerja
meningkat maka loyalitaspun akan turut menyertai,apabila loyalitas terhadap
perusahaan sudah timbul maka pekerjapun akan merasa bahwa perusahaan tersebut
juga merupakan miliknya yang perlu harus dirawat,dijaga dan dibesarkan demi
kelangsungan Perusahaan, karena telah memberikan kecukupan untuk membiayai
kebutuhan sehari-hari dan keluarganya,maka
dengan timbulnya ketenangan kerja,semangat kerja dan loyalitas terhadap
perusahaan,maka akan jelas meningkatnya produktivitas kerja yang
tentu akan meningkatkan hasil produksi Perusahaan. Dengan meningkatnya hasil
Produksi Perusahaan sudah pasti mengurangi Cost atau biaya pengeluaran
Perusahaan.
Untuk itu disinilah dibutuhkan peran dari Pimpinan
Perusahaan yang bijaksana serta peran dari Pengurus /Pimpinan Serikat
Pekerja,yang hubungan keduanya harus Komunikatif dan konsultatif didalam
menjalankan kepentingan masing-masing,dimana Pengusaha dalam membuat kebijakan
yang bertujuan untuk meningkatkan produksi perusahaan dapat tercapai dengan
baik,tetapi dipihak lain yaitu pekerja
tidak merasa dirugikan atas kebijakan tersebut,begitu juga pihak Serikat Pekerja didalam menuntut
Hak-hak dan kepentingannya dapat tercapai dan terpenuhi dengan baik, tetapi
dilain pihak Pengusaha tidak merasa dirugikan atas permintaan dan tuntutan tersebut karena
didukung dan diikuti oleh meningkatnya Produksi Perusahaan.
Memang
untuk mencapai Hubungan Industrial yang harmonis,dinamis dan berkeadilan
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan dan tidak semudah yang
dibayangkan,tetapi pasti tidak ada yang lebih baik dari berusaha untuk mencapai
hubungan yang harmonis,dinamis dan berkeadilan dengan cara menjalin komunikasi
dan konsultasi yang baik antara Pengusaha dan Pekerja/Serikat Pekerja demi
terciptanya ketenangan bekerja dan juga ketengan berusaha yang kondusif.
Untuk memberi
kepastian Hukum tentang Hak-hak dan
Kewajiban antara kaum Pekerja dan Pengusaha Pemerintah Mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang
Ketenaga Kerjaan serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
Namun
terkadang setelah semua usaha telah dilakukan tetapi Perselisihan Hubungan
Industrial tidak terelakkan,yang kerap berujung terhadap pemutusan hubungan
kerja sepihak oleh pengusaha terhadap pekerja,untuk itu para pekerja atau
Serikat Pekerja perlu mengetahui tatacara mengangkat Perselisihan Hubungan
Industrial melalui mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui
Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri yang ada diwilayah Hukum
masing-masing daerah di Indonesia.
II.
JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Jenis-jenis
Perselisihan Hubungan Industrial dan pengertiannya dijelaskan di dalam Pasal 1
ayat ( 1-5 ) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 UU NO.2 TAHUN 2004
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan :
1. Perselisihan Hubungan
Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
2. Perselisihan
hak adalah perselisihan yang
timbul karena tidak
dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan kepentingan adalah
perselisihan yang timbul dalam
hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, atau peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
4. Perselisihan pemutusan hubungan
kerja adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
5. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat
pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian
paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
III.
PENGERTIAN DAN JENIS PERUNDINGAN
Perundingan bipartit adalah
perundingan antara
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha
untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial.(Pasal 1 ayat (10)
UU NO 2 Tahun 2004).
Mediasi
Hubungan Industrial yang
selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator
yang netral. (Pasal 1 ayat (11) UU NO 2 Tahun 2004).
Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai
instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator
yang
ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan
mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran
tertulis kepada para pihak yang berselisih
untuk menyelesaikan perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya
dalam satu perusahaan. (Pasal 1 ayat
(12) UU NO 2 Tahun 2004).
IV.
SYARAT - SYARAT YANG HARUS DILALUI SEBELUM MENGAJUKAN
GUGATAN
Sebelum mengajukan Gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial syarat/mekanisme yang harus dilewati atau
dilakukan adalah :
1.
Perundingan Bipartit
2.
Perundingan Mediasi
Halini dijelaskan didalam Pasal
4 ayat (1,2) dan Pasal 83 ayat (1) UU
No.2 Tahun 2004 sebagai berikut :
Pasal 4 ayat (1,2) UU No.2 Tahun 2004
1) Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan
bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui
perundingan bipartit telah dilakukan.
(2) Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan
berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu
7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak tanggal diterimanya
pengembalian berkas.
Didalam Pasal 83 ayat (1) UU No.2 Tahun 2004 berbunyi : “
Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah
penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi,maka Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat “
Perundingan Bipartit yaitu Perundingan antara Pekerja/Serikat Pekerja
dengan pihak Pengusaha,dan apabila tidak tercapai kesepakatan,kedua belah pihak
membuat Risalah Perundingan, yang sekurang-kurangnya memuat sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat 2 UU No.2 Tahun 2004.
a.
Nama lengkap dan alamat para pihak;
( Pekerja dan Pengusaha )
b.
Tanggal dan tempat perundingan ;
c.
Pokok masalah atau alasan
perselisihan ;
d.
Pendapat para pihak ; (pekerja dan
pihak pengusaha )
e.
Kesimpulan dan hasil perundingan ;
f. Tanggal dan tanda tangan para pihak yang melakukan
perundingan.
Setelah
dibuat Risalah perundingan Bipartit
tersebut,maka yang merasa dirugikan melimpahkan permasalahannya kepada
Dinas Tenaga kerja setempat untuk dilakukan Perundingan Mediasi.
Namun
yang sering terjadi apabila telah terjadi perselisihan antara Pekerja/Serikat
Pekerja dengan Pihak Pengusaha/Perusahaan adalah dengan segala cara Pihak Pengusaha selalu menghindar untuk
melakukan Perundingan Bipartit,sehingga apabila itu yang terjadi maka langkah
yang harus diambil oleh Pekerja/ Serikat Pekerja adalah dengan menyampaikan
Surat Permohonan/Permintaan Perundingan tentang Perselisihan yang terjadi
minimal 2 (dua) kali dalam tenggang 14 (empat belas ) hari kerja kepada Pihak
Pengusaha/Perusahaan dan tembusannya disampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja
setempat yang merupakan penanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan.
Dan
bagaimana setelah memberikan surat 2 (dua) kali ternyata Pengusaha/Perusahaan
tidak juga bersedia melakukan perundingan ?
Maka
langkah yang harus ditempuh oleh pekerja/Serikat Pekerja adalah Mencatatkan
Perselisihan tersebut kepada Dinas
tenaga Kerja setempat dengan melampirkan
kedua surat permintaan perundingan yang telah disampaikan kepada
pengusaha/perusahaan tersebut,bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah
dilakukan dan untuk dilanjutkan penyelesaiannya melalui Mediasi.
Karena
sesuai Pasal 137 UU No.13 Tahun 2003 beserta Penjelasannya dan Pasal 3 ayat (3)
UU No 2 Tahun 2004 tindakan
Pengusaha/Perusahaan yang tidak mau melakukan Perundingan tersebut sudah
merupakan Gagal Perundingan .
Dalam waktu selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja
setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan
penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.(
Pasal 10 UU No.2 Tahun 2004 )
Apabila
dalam perundingan Mediasi juga tidak tercapai Kesepakatan maka Mediator dari
dinas Tenaga Kerja setempat membuat Risalah Perundingan Mediasi yang biasa
disebut dengan Anjuran dalam
tenggang waktu 30 hari kerja,
sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a,b,c , d dan Pasal 15 UU No.2 Tahun 2004 yang berbunyi
sebagai berikut :
“Dalam hal tidak
tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:
- a. mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
- b.anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
- c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
- d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;( Pasal 13 ayat (2) huruf a,b,c dan d UU No.2 Tahun 2004 )”
Pasal 15 UU No 2 Tahun 2004 :
“Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (4).”
Setelah Mediator Dinas Tenaga kerja
menyampaikan Anjuran kepada kedua belah pihak,yang merasa dirugikan dapat
melakukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri
setempat diwilayah masing-masing.
V.
KEWENANGAN
Pasal
56 UU No.2 Tahun 2004 berbunyi :
Pengadilan
Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
- Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak ;
- Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan ;
- Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
- Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar Serikat Pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
VI.
PENGGUGAT
Penggugat adalah setiap Pekerja/Serikat Pekerja dan
Pengusaha/Organisasi Pengusaha yang merasa hak dan kepentingannya dirugikan
akibat adanya perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Kelebihan dari Undang-undang No 2
Tahun 2004 adalah tersebut didalam Pasal 58 dan Pasal 87
sebagai berikut :
Pasal 58 berbunyi “Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara
tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi
yang nilai gugatannya di bawah Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal
87 berbunyi “ Serikat Pekerja/Serikat
Buruh dan Organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai Kuasa Hukum untuk
beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya “ . Berdasarkan
Pasal 58 dan 87 UU No.2 Tahun 2004 tersebut diatas,dalam beracara didalam
Pengadilan Hubungan Industrial tidak dikenakan biaya selagi jumlah Gugatannya
dibawah Rp.150.000.000,- (Seratus lima puluh juta rupiah ) dan yang beracara
didalam Pengadilan Hubungan Industrial
bukan hanya Pengacara/Advokat yang boleh sebagai Kuasa hukum dari
pekerja,tetapi Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha juga dapat bertindak
sebagai Kuasa Hukum mewakili anggotanya.
Dan yang perlu di perhatikan oleh Serikat Pekerja adalah
apabila yang melakukan gugatan lebih dari satu orang,atau bahkan puluhan atau
ratusan orang,untuk mengirit atau memperkecil biaya maka dapat diajukan secara
kolektif dengan memberikan Kuasa Khusus kepada Pengurus Serikat Pekerja yang
akan menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana diatur
dalam Pasal 84 UU No.2 Tahun 2004 sebagai berikut “Gugatan yang melibatkan
lebih dari satu penggugat dapat
diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.”
Namun sebelum membuat
Surat Gugatan juga perlu diperhatikan
Surat gugatan yang Pengurus Serikat Pekerjanya turut sebagai penggugat dan juga
merupakan sebagai kuasa Hukum karena tidak sama
dengan surat gugatan yang
Pengurus Serikat Pekerjanya hanya bertindak selaku Kuasa Hukum dari anggotanya
saja.
Apabila
Pengurus Serikat Pekerja menjadi kuasa hukum dari anggotanya dan juga turut
sebagai penggugat,maka nama Pengurus Serikat Pekerja tersebut harus dimasukkan
didalam Surat Kuasa sebagai Pemberi Kuasa dan Juga Penerima Kuasa,sedangkan
didalam surat gugatan selain dimasukkan juga namanya sebagai penggugat harus
dijelaskan juga bahwa Pengurus Serikat Pekerja Tersebut bertindak atas diri
sendiri sebagai Pekerja di perusahaan dan sebagai Pengurus Serikat Pekerja
bertindak mewakili anggotanya sebanyak orang/anggota yang memberikan kuasa
kepadanya.
Hal ini penting karena kebanyakan Para Pengurus Serikat Pekerja bukanlah seorang Ahli Hukum
ataupun Sarjana Hukum yang merupakan Advokat,karena UU No.2 Tahun 2004 tidak
menjelaskan secara rinci tentang membuat surat gugatan,karena hukum acara yang berlaku di Pengadilan
Hubungan Industrial adalah Hukum acara Perdata yang berlaku pada pengadilan
dalam lingkungan pradilan umum,sehingga
kebanyakan kawan-kawan para Pengurus Serikat Pekerja tentu belum
mengetahui secara Peraktek didalam menyusun dan membuat sebuah gugatan serta
Surat Kuasa Khusus didalam melakukan sebuah Gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial.
Karena apabila salah dalam membuat surat gugatan,bisa
berakibat terpaksa harus membuat dua
surat gugatan terhadap satu permasyalahan ,yang seharusnya dapat dilakukan
dalam satu gugatan,sehingga
disamping harus menambah biaya
juga memakan waktu lebih lama, karena khusus para Pengurus Serikat Pekerja
boleh sebagai Penggugat merangkap Kuasa Hukum didalam beracara di Pengadilan
Hubungan Industrial.
Sebelum menyampaikan Gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial ( PHI ) terlebih dahulu harus Membuat Surat Kuasa Khusus dari
Pekerja yang berselisih kepada Pengurus Serikat Pekerja ,dan Surat Kuasa
tersebut yang akan disampaikan kepada Pengadilan Hubungan Industrial sebagai
syarat atau bukti bahwa Pekerja telah memberikan Kuasa kepada Pengurus Serikat Pekerja untuk
mewakili dirinya dalam menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial dan Surat
Kuasa Tersebut dibuat Dalam Rangkap 4 ( Empat ).
VII.
HUKUM ACARA
Pengadilan
Hubungan Industrial merupakan Pengadilan Khusus yang berada pada lingkungan
pradilan umum,dan Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial
dijelaskan dalam Pasal 57 UU NO.2 Tahun 2004 sebagai berikut :
“Hukum acara yang berlaku pada
Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,kecuali yang diatur secara khusus
dalam Undang-Undang ini.”
Adapun
secara ringkas prosedur berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial dapat
penulis simpulkan sebagai berikut :
1.
Pengajuan
Gugatan
·
Ditulis dalam bahasa Indonesia
·
Mencantumkan Tempat dimana surat
permohonan gugatan dibuat.
·
Mencantumkan tanggal pembuatan surat
gugatan
·
Diajukan dalam 6 (enam ) Rangkap
·
Jenis Perkara (Persilisihan
Hak/Perselisihan PHK,Perselisihan Kepentingan atau Antar SP )
·
Ditanda tangani oleh Penggugat/Kuasa
Hukumnya diatas Meterai Rp.6.000,-( enam
ribu rupiah)
·
Identitas Para Pihak yang berperkara
·
Identitas Kuasa hukum apabila
Menggunakan Kuasa Hukum
·
Posita (Dalil-dalil yang digunakan
dalam surat gugatan yang merupakan dasar atau alasan dari adanya suatu tuntutan
dari pihak Penggugat),tentang Objek Perkara,Fakta Hukum,Kualifikasi Perbuatan
tergugat,Uraian kerugian,serta bunga dan Denda atas perbuatan Tergugat.
·
Petitum ( Tuntutan pokok dari
Penggugat yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Ketua Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri agar Tergugat dihukum sesuai dengan
Petitum,yang diajukan oleh Penggugat.
2.
Pendaftaran
·
Surat Kuasa Rangkap 4 (empat) dan
Surat gugatan Rangkap 6 (enam) didaftarkan di Panitera Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri diwilayah Hukum masing-masing Penggugat ; (
Surat Kuasa Perlu apabila menggunakan Kuasa Hukum)
·
Surat Gugatan harus dilampiri
Anjuran ( Risalah Penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi)
·
Registrasi sesuai dengan Perkara
·
Apabila Jumlah Gugatan diatas
Rp.150.000.000,- ( Seratus Lima Puluh Juta rupiah),maka Biaya Ongkos Perkara
ditanggung oleh Penggugat dan terlebih dahulu membayar Panjar Ongkos Biaya
Perkara kepada Panitera Pengadilan Negeri,dengan membawa Surat Kuasa dan Surat
Gugatan tersebut,dan setelah diberikan oleh Panitera Formulir setoran Bank dan
Jumlah biaya Perkara yang harus dibayar kemudian disetorkan ke Rekening Bank Pengadilan Negeri tersebut,dan bukti
setorannya dibawa/diserahkan kembali
kepengadilan Negeri tersebut sebagai bukti bahwa Penggugat telah membayar
Ongkos Biaya Perkara,lembar Pertama bukti setoran tersebut untuk Pengadilan dan
Lembar kedua untuk Penggugat.
· Apabila Jumlah Gugatan dibawah Rp.150.000.000,- ( Seratus
Lima Puluh Juta rupiah),maka Biaya Ongkos Perkara ditanggung oleh Negara
sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Nomor 2 Tahun 2004 yang tersebut diatas.
· Setelah membayar Ongkos Biaya Perkara,bukti pembayarannya
dibawa ke Panitera Pengadilan Hubungan Industrial untuk untuk mendapatkan Nomor
Registrasi Perkara.
· 7 (Tujuh)
hari kerja setelah menerima gugatan,Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis
Hakim,satu orang Hakim Ketua dan dan dua orang Hakim Ad-Hoc,satu hakim Ad-Hoc
yang Pengangkatannya diusulkan Serikat Pekerja dan Satu hakim Ad-Hoc yang
Pengangkatannya diusulkan organisasi Pengusaha. (Pasal 88 ayat (1,2) UU No.2
Tahun 2004)
· Pemanggilan Sidang kepada Para Pihak.
· 7
(Tujuh) hari kerja setelah Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis
Hakim,maka Ketua Majelis hakim harus sudah melakukan sidang Pertama.( Pasal 89
ayat (1) UU No.2 Tahun 2004)
3.
Pemeriksaan
Prapersidangan /syarat-syarat Formil
Ø Sebelum Pemeriksaan Pokok Perkara oleh Majelis Hakim,maka
terlebih dahulu majelis Hakim memeriksa gugatan dan syarat-syarat formil
dari Penggugat,apabila terdapat
kekurangan maka Hakim meminta untuk menyempurnakan Gugatan dan melengkapi
kekurangan syarat-syarat yang dimaksud.
Ø Syarat-syarat Formil yang
harus dilengkapi oleh Pekerja/Serikat Pekerja apabila menggunakan
Pengurus Serikat Pekerja sebagai Kuasa Hukum dari Pekerja/Penggugat adalah :
Ø
Surat Keputusan Pengangkatan sebagai
Pengurus Organisasi dari Perangkat Organisasi Pekerja yang bersangkutan.
Ø
Kartu Tanda Anggota Serikat Pekerja
yang bersangkutan.( Penggugat/Pekerja dan Pengurus Serikat Pekerja yang menjadi
Kuasa Hukumnya)
Ø
Bukti Pencatatan Serikat Pekerja
dari Dinas Tenaga Kerja sesuai Perangkat Organisasi yang bersangkutan.
(Pengurus Serikat Pekerja didalam Perusahaan,Pengurus Cabang ditingkat
Kabupaten/Kota dan selanjutnya)
Ø
Surat Kuasa Khusus yang asli
sebagaimana yang didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial.
4.
Pemeriksaan
Persidangan
·
Pembacaan Gugatan
Setelah kedua belah pihak hadir pada
persidangan yang ditetapkan,maka Majelis Hakim membuka sidang dan menyatakan
terbuka untuk umum,dan selanjutnya Majelis Hakim memberi Nasehat dan
menganjurkan terlebih dahulu agar kedua belah pihak melakukan Perdamaian.
Apabila kedua belah Pihak tetap pada
pendiriannya untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan melalui Majelis
Hakim,maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan Pembacaan Gugatan oleh
Penggugat,namun dalam prakteknya pembacaan gugatan jarang dilakukan apabila
kedua belah pihak sepakat bahwa Gugatan dianggap telah dibacakan.
·
Penyampaian Jawaban
Jawaban dari Tergugat merupakan
bantahan-bantahan atas gugatan dari
Penggugat,yang bertujuan meyakinkan Majelis Hakim bahwa apa yang dituduhkan
atau yang digugat oleh Penggugat kepada Tergugat adalah tidak benar sehingga
dalil-dalil gugatan dari penggugat tidak dapat diterima atau gugatannya
ditolak.
·
Penyampaian Replik
Replik merupakan jawaban balasan
Penggugat terhadap jawaban Tergugat yang
isinya bantahan-bantahan atas dalil-dalil jawaban dari Tergugat sehingga Gugatan
semakin Kuat dan dapat diterima oleh Majelis Hakim.Yang perlu harus diingat
dalam jawab menjawab didalam perkara disidang Pengadilan adalah setiap yang
dianggap tidak benar harus dibantah,karena apabila dalil Jawaban Tergugat tidak
dibantah maka Dalil tersebut dianggap benar oleh Majelis Hakim,maka gugatan
penggugat yang menjadi lemah bahkan
tidak dapat diterima atau gugatan ditolak.
·
Penyampaian Duplik
Duplik adalah jawaban kedua dari
Tergugat yang merupakan bantahan-bantahan atas Replik dari Penggugat yang
bertujuan menguatkan Jawaban Tergugat agar gugatan Penggugat tidak diterima
atau ditolak oleh Majelis Hakim.
·
Pembuktian
Pembuktian adalah Penyajian
alat-alat bukti yang sah menurut Hukum kepada Majelis hakim yang memeriksa
suatu Perkara yang bertujuan untuk meyakinkan Hakim tentang suatu peristiwa
atas dalil-dalil yang diutarakan didalam Gugatan Penggugat maupun didalam
Jawaban Tergugat.
Bahwa didalam UU Nomor 2 Tahun 2004
tidak dijelaskan secara jelas tentang Pembuktian,namun sesuai yang dijelaskan dalam Pasal 57 UU NO.2 Tahun 2004
bahwa Hukum Acara yang berlaku didalam Pengadilan Hubungan Industrial adalah
Hukum Acara Perdata sebagaimana yang berlaku
pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,sehingga segala yang
tidak diatur secara Khusus di UU Nomor 2 Tahun 2004 ,maka yang berlaku adalah
Hukum Acara Perdata.
Penyajian alat bukti yang biasa
didalam Persidangan ada dua jenis alat Bukti yang merupakan berpengaruh dan
bersifat menentukan terhadap kebenaran suatu Peristiwa yaitu :
1) Bukti Surat
Sebelum menyampaikan bukti surat
kepada Majelis Hakim,yang harus dilakukan terlebih dahulu agar Bukti surat tersebut
diterima dipersidangan adalah seluruh Bukti Surat yang akan dijadikan alat
bukti di hadapan Majelis Hakim, terlebih
dahulu harus dilegalisir di Kantor Pos setelah setiap bukti Surat tersebut
ditempeli Materai Rp.6.000,- (enam ribu rupiah ),melegalisir Bukti Surat
tersebut lebih baik dilakukan sebelum tanggal hari sidang yang ditentukan .
2) Keterangan Saksi
Keterangan Saksi adalah keterangan
seseorang yang disampaikan secara lisan didepan Hakim pada persidangan
tentang apa yang telah dilihat,didengar
atau dialami sendiri terhadap suatu peristiwa atau kejadian.
Sebelum Saksi diperiksa oleh
hakim,maka saksi tersebut harus terlebih dahulu di Sumpah sesuai dengan
kepercayaan Masing-masing,karena keterangan seorang saksi yang tidak disumpah
tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.
·
Kesimpulan / Konklusi
Setelah Proses Pembuktian
dilakukan,maka Hakim menanyakan kepada kedua belah pihak apakah masih menambah
alat bukti atau tidak,dan apabila proses pembuktian sudah selesai maka Hakim
memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menyampaikan Kesimpulan
atau Konklusi yang bertujuan untuk menyampaikan pendapat para pihak,baik
Penggugat maupun Tergugat tentang terbukti tidaknya suatu gugatan berdasarkan
alat bukti,sudut pandang,dan kepentingan
masing-masing pihak,sehingga dengan adanya Kesimpulan/Konklusi ini dapat
mempermudah Hakim dalam mengambil
keputusan terhadap perkara yang sedang diperiksa dipersidangan.
5.
Putusan
Pengambilan Putusan oleh Majelis
Hakim Dalam Pengadilan Hubungan
Industrial diatur dalam Pasal 100 s/d 104 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
sebagai berikut :
Pasal 100
“Dalam mengambil putusan,Majelis Hakim mempertimbangkan
hukum,perjanjian yang ada,kebiasaan,dan keadilan.”
Pasal 101
1.
Putusan
Mejelis Hakim dibacakan dalam sidang
terbuka untuk umum.
2.
Dalam hal salah satu pihak tidak hadir dalam sidang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Ketua Majelis Hakim
memerintahkan kepada Panitera Pengganti
untuk menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak
yang tidak hadir tersebut.
3.
Putusan Majelis
Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sebagai putusan Pengadilan Hubungan Industrial.
4.
Tidak
dipenuhinya
ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam
ayat
(1)
berakibat
putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 102
1)
Putusan
Pengadilan harus memuat:
a.
kepala putusan berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA ;
b.
nama,
jabatan,
kewarganegaraan,
tempat kediaman
atau
tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
c.
ringkasan
pemohon/penggugat dan jawabatan termohon/tergugat yang jelas;
d.
pertimbangan
terhadap setiap bukti
dan data yang diajukan hal yang terjadi dalam persidangan selama
sengketa itu diperiksa;
e.
alasan
hukum yang menjadi dasar putusan;
f.
amar putusan tentang sengketa;
g.
hari,
tanggal
putusan,
nama Hakim,
Hakim
Ad-Hoc
yang
memutus,
nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
2)
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan
Hubungan Industrial.
Pasal
103
Majelis Hakim wajib memberikan
putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang
pertama.
Pasal
104
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 103 ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera Pengganti.
Disusun Oleh Ganda Putra Marbun, S.H
Casino - Las Vegas, NV - Mapyro
BalasHapusThis is 여주 출장마사지 a 전라북도 출장마사지 list of casinos in 속초 출장안마 Las Vegas, NV. See map and reviews. See locations, hours, directions, phone number, and 광주 출장안마 map 속초 출장안마 directions to Casino